Tahun lalu, saya menghabiskan sekitar 30 jam di Banyuwangi. Hampir separuh dari waktu tersebut saya habiskan untuk menyaksikan api biru fenomenal di Kawah Ijen. Sisanya? Selain tidur dan berkunjung ke Bangsring, saya habiskan untuk icip kuliner khas Banyuwangi. Ada dua yang saya sempat icip, yaitu Nasi Tempong dan Rujak Soto.

Nasi Tempong

Nasi panas yang ditemani oleh sayuran rebus (kangkung atau bayam, labu atau terong), kemudian pasangan tahu-tempe, sepotong ikan asin, lalu lauk pilihan seperti ayam atau ati ampela atau telor dadar atau ikan goreng, dan banyak pilihan lainnya. Dan yang paling penting: tumpahan sambal pedas yang sedap-menampar! Duh, gimana ga bikin ketagihan coba?

kulbanyuwangi-mbanah
Sambalnya JU-A-RA! Ini nasi tempong Mba Nah dengan lauk ayam goreng dan ati ampela. Nasinya? Ketutupan sambal. 😀

Konon, tempong dalam bahasa Osing (dialek yang digunakan masyarakat lokal Banyuwangi) artinya tampar atau tempeleng. Benar saja, sesuap nasi dan sambal ini memang menampar jiwa raga saya yang kala itu masih tercecer karena kantuk. Maklum, saya baru menyelesaikan petualangan malam di Kawah Ijen. Sambal nasi tempong yang pedasnya galak ini memiliki rasa khas karena menggunakan tomat ranti. Itu loh, tomat yang wujudnya meringkel grendel-grendel (bingung kan? Sama. Waktu dulu dijelasin juga saya bingung. Untung ada Mbah Google.)

kulbanyuwangi-mbakmup
Antrian di Warung Mbak Mup dan nasi tempong dengan lauk telor dadar!

Rekomendasi saya, sila coba Nasi Tempong Mba Nah yang terletak di Jalan Kolonel Sugiono Nomor 16 dan buka dari pukul 14.00 WIB sampai malam. Lupakan lauknya yang gurih dan mengundang air liur, sambal Mba Nah jelas primadonanya! Atau mampir ke tenda Warung Mbak Mup . Pengganjal Perut yang buka di malam hari, di jalan yang sama–antriannya ga habis-habis. Tapi, kalau kamu suka pedas, niscaya Mba Nah tidak akan mengecewakanmu.

Rujak Soto

Keberadaaan kuliner ini membuat saya bingung. Informasi awal kuliner ini saya dapat dari Oggy, karyawan sewa motor Tripoli. Katanya sih kuliner khas Banyuwangi dan favorit Pak Walikota. Walau membuat penasaran, saya tetap kebingungan. Karena saya tidak dapat membayangkan rasa rujak dan soto menyatu dalam satu hidangan.

kulbanyuwangi-rujaksoto
Penampakan dari Rujak Soto yang disajikan Pondok Rujak Soto Murah Meriah. Babatnya ga nahan!

Akhirnya saya mampir ke Pondok Rujak Soto Murah Meriah di Jalan Basuki Rahmat. Katanya lagi sih ini tempat favorit Pak Walikota untuk menikmati rujak soto. Meskipun saya tidak kenal dengan Pak Walikota, saya coba percaya dengan seleranya. Usut punya usut, rumah makan ini memang terkenal dan merupakan usaha turun temurun–sekarang ia dikelola Bu Erni, generasi ketiga yang turut melestarikan kuliner rujak soto.

Ternyata rujak yang dimaksud bukan rujak buah, melainkan bumbu rujak yang terdiri dari pisang kluthuk (pisang batu) dan kacang tanah goreng, diulek dengan cabe, petis, air asam dan gula jawa. Bumbu rujak ini kemudian dihidangkan di atas sayuran seperti kangkung atau bayam, juga potongan tempe dan tahu, lalu disiram kuah soto kuning bening yang berisi irisan daging dan babat. Terakhir tidak lupa ditambahkan kerupuk udang sebagai pendamping, juga untuk menambah tekstur kuliner ini.

Rasanya? Unik. Perpaduan yang tidak biasa dari bumbu rujak berkacang dengan kuah soto yang ringan. Rujak soto punya rasa menggoda dan tekstur beragam yang cukup menggoyang lidah. Sayang, saya keburu jatuh cinta dengan nasi tempong. Kalau tidak, rujak soto bisa jadi makanan favorit saya di Banyuwangi.