Batik sebagai produk budaya Indonesia sudah diakui dunia. Teknik membatik dan simbol-simbol yang terkandung dalam bermacam motifnya pun tercatat dalam Daftar Representatif Budaya Tak-Benda Warisan Manusia oleh UNESCO. Di Indonesia, bila sampai takmengenal batik mungkin sebuah keanehan. Tapi, khazanah batik sendiri sungguh luas dan mengakar pada masyarakat tempat ia berkembang.


(mulai kiri atas, searah jarum jam) Motif Durian Pecah; Motif Angso Duo, Bunga Duren, Durian Pecah, Sungai Batanghari dan Kapal Sanggat; Motif Kapal Sanggat; Motif Angso Duo dan Sungai Batanghari

Batik Jambi memiliki motif yang menggambarkan keseharian dan kebanggaan dari provinsi Jambi. Misalnya, motif Durian Pecah dan Kembang Duren yang mengangkat durian sebagai salah satu hasil alam kebanggaan negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah[1]. Sebagai pecinta durian, saya menjamin kelegitan durian Jambi yang memabukkan dan bikin ketagihan.

Baca juga: Tips Memilih Durian yang Baik, Oke dan Berkah

Motif Durian Pecah adalah motif dengan kulit durian terbelah dua namun masih dihubungkan dengan tangkainya. Salah satu sisi durian tersebut menggambarkan pondasi iman dan takwa seseorang, sedang sisi lainnya menggambarkan pengetahuan dan teknologi. Bila dimaknai, Durian pecah dimaksudkan memberitahu jikalau dalam hidup, seseorang harus seimbang pondasi iman dan takwa, serta bekal ilmu pengetahuan dan teknologinya.

Contoh lainnya adalah motif Kapal Sanggat. Dalam bahasa lokal Jambi, sanggat atau nyanggat berarti tersangkut. Jadi kapal sanggat sendiri dapat dimaknai sebagai kapal yang tersangkut atau karam. Menurut Asianto Marsaid dalam buku Pesona Batik Jambi (1998), yang saya kutip dari tulisan Nurul Fahmy[2], motif ini mengimplikasikan pentingnya bekerja dengan teliti dan tidak melalaikan hal yang telah menjadi tugasnya, juga selalu awas dengan situasi dan aturan di sekitarnya. Kelalaian dalam bekerja dapat menyebabkan musibah bagi orang lain. Mungkin seperti halnya dengan kapal karam akibat kelalaian para awak kapal.

Motif batik Jambi juga memiliki makna yang turut membangun identitas Provinsi Jambi. Motif Angso Duo, misalnya, berhubungan dengan mitos terbentuknya kerajaan Melayu Jambi yang kelak menjadi daerah yang disebut sebagai provinsi Jambi. Setidaknya ada dua versi cerita rakyat dari mitos ini. Keduanya, dengan latar dan tokoh yang berbeda, menceritakan tentang dua ekor angsa yang dilepaskan di sungai Batanghari dan ketika kedua angsa tersebut berhenti di sebuah daratan, maka daratan itulah yang menjadi tanah kerajaan Melayu Jambi[3].

Selain motif yang merepresentasikan identitas Jambi, pewarna-pewarna alami yang digunakan untuk mewarnai batik pun diambil dari hasil alam setempat, seperti buah rotan, getah jenang, kayu lembatu, kayu marelang, dan kayu bulian.

Takhanya motif dan warna elok yang merepresentasikan alam, budaya dan identitas Jambi, batik Jambi juga unik dari segi corak. Motif batik Jambi memiliki corak yang berdiri sendiri atau lepas-lepas tidak berangkai. Nama dari corak batik Jambi pun sederhana, sesuai dengan corak utamanya, dan bukan dari kesatuan rangkaian corak dalam satu kain, seperti nama motif Sekar Jagad, misalnya, yang menggambarkan kesatuan dari keragaman corak[4].

Konon, dari karakteristik corak motif batik Jambi yang demikian, tersirat pula watak dan karakter dari masyarakat Melayu Jambi, yaitu egaliter, terbuka terhadap hal-hal lain, namun cenderung lamban merespon perubahan. Hm, benarkah demikian?

_____________________
[1] Sepucuk Jambi Sembilan Lurah adalah slogan provinsi Jambi. Kisah di balik slogan ini dapat dibaca di Harian Jambi.
[2] Nurul Fahmy menjelaskan cerita di balik beberapa motif batik Jambi di Galeri Batik Jambi, sila dibaca untuk info lebih lanjut. Baca juga tulisan di situs web Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
[3] Kisah Angso Duo ini dapat kamu baca di blog ekoitenk dan jalanblog.
[4] Mengenai motif Sekar Jagad dapat dibaca di sini.